Golden Eye Lady Blog

Live My Life

23.8.11

Selamat Ulang Tahun!!!

Malam itu bukan malam yang biasa bagiku, meskipun sama saja dengan malam-malam yang lain. Ya, malam itu bulan purnama, tetapi bukan itu yang menjadikannya istimewa. Jadi begini ceritanyaaaa...
     Sore itu, ada acara peresmian Pasar yang diantaranya mengundang seorang Habib terkemuka. Seseorang mengajakku untuk datang ke acara tersebut, dan supaya aku mau datang, dia menjemputku. 
     Sayang sekali, jemputannya terlambat. Seperti biasa, aku jadi bete bete bete. Alhasil, selama di lokasi aku cemberut plus mecucu. Mau sebaik apapun dia memperlakukanku, tetap saja aku tidak peduli. Awal yang kurang bagus untuk sebuah kencan. Huh.
     Sepanjang acara yang konon kabarnya menakjubkan itu, aku hanya manyun saja. Tidak menikmati barang sedikit. Sesak sekali rasanya hatiku. Suebel suebel suebel. Aku agak sensitif hari itu, dan aku tidak tahu kenapa aku bisa sensitif seperti itu.
     Acara usai sekitar pukul 11 malam. Nguantuk, benci, mangkel, sebel, capek campur aduk. Aku mengajak pulang, dia mengajak untuk nongkrong dulu di hiks atau warung tenda. Tapi aku sudah mual karena sudah terlalu malam, terlalu banyak angin, dingin, dan perasaan juga ga bagus. 
     Akhirnya kami pulang. Tetapi jalan yang kami tempuh bukan jalan yang biasa. Memutar dan jauh sekali. Perjalanan lebih dari setengah jam. Padahal jarak rumahku dengan TKP peresmian pasar hanya 5 menit dengan motor kecepatan 40 km/jam. 
     Di tengah perjalanan, dia membujukku, merayuku, dan mencoba menghalau marahku. Tapi apa peduliku. Aku bete karena aku memang sedang bete. Saat motor mengarah ke utara, dan rembulan berada di sebelah kanan kami, tepat di pertengahan arah kanan kami, waktu menunjukkan pukul 11.45 pm.

     Samar-samar dan perlahan, dia menyanyikan lagu ‘selamat ulang tahun’ untukku. Waaaaaaaaaaa, itu kan malam jelang ulang tahunku. Wakakakakak. Jelang seperempat abad usiaku. Doa-doa pun diucapkannya untukku. Hihihihi. Berawal bete, tetapi berakhir indah. Aku sukaaaa. Dia memang tahu bagaimana ‘menjinakkan’ aku. Hehehehe. Emmmmuachhh!

     Hmmm, kami sudah punya banyak lagu tema percintaan. Mulai dari I’m Yours (ayah banget), I’m Lucky I’m in Love With My Best Friend (aku banget), Aku Makin Cinta (aku banget), Janji Suci (ayah banget), dan at the beginning with u (kita banget). Sekarang tambah satu lagi, selamat ulang tahun. hehehehehe.    

22.8.11

Keluhan Membawa Sengsara


Jalan hidup memang sebuah misteri. Kejadian demi kejadian, yang indah dan juga yang buruk datang silih berganti. Ketika datang kejadian yang indah, tidak terkira senyum yang merekah dari bibir kita, rasa syukur yang mengalir tanpa henti. Tetapi bisakah kita melakukan hal yang sama saat kejadian buruk datang menimpa?
“Di setiap hal yang terjadi pasti ada hikmahnya.”
Kalimat yang sangat tidak asing. Tetapi saya kurang setuju jika kata “pasti” masuk di dalamnya. Mungkin saya lebih suka menggantinya dengan Inshallah yang artian bebasnya dengan ijin Allah. Karena tanpa ijinnya, belum tentu semua orang bisa mendapatkan dan mengerti hikmah dari kejadian (baik atau buruk) yang datang padanya.
Saya bukan seorang ahli tafsir, bukan pula seorang prosefor, seorang ahli atau apapun yang berhak membuat penyimpulan atas ilmu-ilmu baru. Saya hanya seorang manusia biasa yang ingin berpendapat. Pendapat yang hanya saya dasari dengan pengalaman semata. Dan itupun pengalaman pribadi.
“Semua akan indah pada waktunya.”
Kalimat ini menjadi tiang penyemangat saya ketika asa ini hampir meredup. Keyakinan bahwa ‘di balik kesulitan akan ada kemudahan’ dan ini menopang saya hingga saya bisa benar-benar bangkit dari keterpurukan. Allah selalu menepati janji. Inilah yang akhirnya membuat saya malu untuk bersorak berlebihan ketika kegembiraan datang dan meratap penuh duka ketika badai menerpa.
Segala hal yang terjadi memiliki alasan. Dan pada saat itu terjadi, kita mungkin belum bisa menemukan ‘kenapa bisa begitu? Kenapa harus aku?’ dan seterusnya. Waktu yang diperlukan untuk memahami alasan itupun berbeda-beda pada setiap orang. Tidak sedikit yang langsung mendapatkan pencerahan, tetapi banyak yang menyadarinya setelah lama berselang. Dan saya masuk dalam golongan yang disebut belakangan.
Saya pernah terpuruk, hingga merasa bahwa saya sudah hancur. Dan masalah ini sulit diselesaikan karena manyangkut masalah hati. Begitu berat, hingga akhirnya saya setuju dengan syair lagu ‘lebih baik sakit gigi daripada sakit hati’.
Satu bulan lebih saya tidak bisa makan. Seandainya bisa memasukkan makanan ke dalam tubuh, saya tidak yakin makanan itu benar-benar tercerna karena beberapa saat setelahnya saya muntahkan lagi. Hanya mengingat, mendengar, atau sekedar terpikir sekelebat bayangan tentang hal itu sudah membuat jantung berdegup tidak karuan, dan perut langsung ikut-ikutan mual. Begitu terus selama satu bulan lebih. Parahnya, ingatan itu datang hampir setiap saat, setiap jam, setiap menit, bahkan detik.
Menangis, meratap, dan mengiba pada nasib saya lakukan. Bahkan parahnya, saya sempat merasa begitu marah dengan Allah. Saya merasa sebagai ‘korban’ yang tidak punya kesempatan sedikitpun untuk mereguk kemenangan. Sampai akhirnya, kesadaran itu datang. Tidak ada gunanya menangisi dan meratapi yang sudah terjadi. Saya pun bangkit dan melanjutkan hidupku tanpa mempedulikan kenapa semua kejadian itu menimpaku, meskipun dalam hati saya masih terus mencari alasannya.
Beberapa bulan kemudian, baru saya merasa menemukan jawabannya. Tirai itu seperti mendadak disibakkan oleh tangan-tangan yang tidak terlihat. Tanpa sadar, sebuah kalimat kuucapkan. ‘Jika ini alasannya, maka semua rasa sakit itu sangat setimpal,’ ucapku kala itu. Air mata ketakjuban pun menetes.
Allah Maha Pengasih dan Penyayang, Dia tidak akan menyakiti umat-Nya. Semua itu hanya sebuah proses kehidupan yang harus dilalui. Dan di dalam proses inilah kita akan belajar menghargai kehidupan. Mengeluh hanya akan membuat kita semakin terpuruk dan menutup mata kita atas rencana-rencana indah dari-Nya yang membentang di hadapan kita.